Selasa, 23 September 2014

My Case Report: Guillain Barre Syndrome

BAB 1
LATAR BELAKANG

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.1,2
Insiden rata-rata per tahun 0,4-1,7 per 100.000 populasi. Insidensi lebih tinggi pada perempuan dibanding pria dan lebih banyak terjadi pada usia muda. Sindrom ini dicirikan oleh kelumpuhan otot ekstremitas yang akut dan progresif.2,3 sekitar 60% dari kasus SGB didahului oleh infeksi saluran respirasi maupun gastrointestinal. Berdasarkan penelitian, diketahui infeksi bakteri Camphylobacter jejuni paling sering mendahului kejadian Guillain Barre. Selain itu infeksi virus seperti Epstein Barr, Citomegalovirus, HIV juga berhubungan dengan kejadian SGB.3
Guillain Barre merupakan salah satu penyebab kelumpuhan otot yang dapat mengenai semua usia. Insidensi lebih tinggi pada perempuan dibanding pria dan lebih banyak terjadi pada usia muda.2,3 Kelumpuhan otot yang disebabkan oleh Guillain Barre bersifat asending, yang artinya didahului oleh kelumpuhan anggota gerak bawah, kemudian akan terus mengenai anggota gerak atas. Salah satu komplikasi Gullain Barre yang dapat mengancam jiwa yaitu kelumpuhan otot-otot pernafasan yang akan mengakibatkan gagal nafas pada pasien.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaksid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.1 Guillain Barre sering juga disebut sebagai acute idiopathic demyelinating polyradiculoneuritis (AIDP) yang artinya proses demielinasi pada Guillain Barre bersifat akut.
2.2 Epidemiologi
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0,4 - 1,7 kasus per 100.000 orang pertahun. Insidensi lebih tinggi pada perempuan dibanding pria dan lebih banyak terjadi pada usia muda.2,3 Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik.1
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.1,3
2.3 Etiologi
Etiologi SGB masih belum diketahui secara pasti. Teori yang dianut sekarang adalah suatu kelainan imunologik, baik secara primary imune response maupun immune mediated response. Beberapa keadaan / penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB antara lain1:
1.      Infeksi.
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Infeksi akut yang sering berhubungan dengan SGB adalah infeksi dari virus (CMV, EBV, HIV, varisela) dan bakteri (Campilobakter jejuni, Mycoplasma pneumonia). Dua pertiga penderita berhubungan dengan penyakit infeksi. Interval antara penyakit yang mendahului dengan awitan biasanya 2-3 minggu. Pada umumnya sindrom ini sering didahului oleh influenza, infeksi saluran nafas bagian atas atau saluran pencernaan.2
2.      Vaksinasi
3.      Pembedahan
4.      Penyakit sistemik seperti: keganasan, SLE, tiroiditis, penyakit addison
5.      Kehamilan/ dalam masa nifas
2.4 Patogenesis
Delapan puluh persen pasien dengan SGB memiliki riwayat pendahulu seperti infeksi, pembedahan dan trauma.5 Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mencetuskan terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah1:
1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus. Terjadi reaksi inflamasi pada saraf yang terganggu. Infiltrat terdiri atas sel-sel mononuklear terutama sel limfosit. Terdapat juga sel makrofag, sel polimorfonuklear. Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. 1
Organisme yang menyebabkan infeksi terdahulu mengaktivasi sel T, setelah masa laten beberapa hari sampai minggu, sel B dan T spesifik antigen teraktivasi. IgG yang diproduksi sel B dapat dideteksi pada serum pada berbagai konsentrasi. Antibodi ini memblok konduksi impuls sehingga terjadi akut paralisis atau mengaktivasi komplemen dan makrofag yang menyebabkan lesi pada mielin.4 Penelitian terbaru menyatakan bahwa terjadinya destruksi mielin dicetuskan oleh aktivasi komplement. Aktivasi cascade komplemen dimediasi oleh ikatan antara antibodi dengan sel Schwann dan mengakibatkan degenerasi mielin. Akson biasanya menjadi target, terutama setelah infeksi Campylobacter jejuni.5.
2.5 Klasifikasi
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu1,3,6:                      

1.      Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Mediasi oleh antibodi, dipicu oleh infeksi virus atau bakteri sebelumnya, gambaran elektrofisiologi berupa demielinisasi, remielinisasi muncul setelah reaksi imun berakhir, merupakan tipe SGB yang sering dijumpai di Eropa dan Amerika.6
2.      Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
       Merupakan bentuk murni dari neuropathy axonal, dimana acute motor axonal neurophaty (AMAN), terjadi degenerasi dari axon motorik, tanpa adanya demielinisasi. Gejala ditandai dengan adanya kelemahan otot bagian distal, terkadang dapat disertai paralisis otot pernafasan. Sensorik tidak mengalami gangguan. Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan protein pada cairan serebrospinal sementara dari pemeriksaan elektrofisiologi menunjukkan absen/turunnya saraf motorik dan saraf sensorik. Penyembuhan lebih cepat, sering terjadi pada anak, dan merupakan tipe SGB yang sering di Cina dan Jepang. 6,7

3.      Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Degenerasi terjadi pada akson sensorik dan motorik, sehingga manifestasi klinisnya berupa kelemahan motorik dan sensorik, terkadang dengan paralisis otot pernafasan. Kebanyakan pasien menjadi tetraplegi dan kesulitan bernafas hanya dalam waktu yang singkat.7

4.      Miller Fisher’s Syndrome
Merupakan kelainan yang jarang dijumpai, berupa trias ataxia, areflexia dan oftalmoplegia, dapat terjadi gangguan proprioseptif, resolusi dalam waktu 1-3 bulan.6

5.      Acute Pandysautonomia
Varian yang paling jarang dari SGB, mempengaruhi sistim simpatis dan parasimpatis, gangguan kardiovaskular (hipotensi, takikardi, hipertensi, disaritmia), gangguan penglihatan berupa pandangan kabur, kekeringan pada mata dan anhidrosis, penyembuhan bertahap dan tidak sempurna, sering dijumpai juga gangguan sensorik.6
2.6 Gejala Klinis dan Kriteria Diagnosa
SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.2 Parestesi dan hilang rasa pada jari-jari kaki dan tangan merupakan gejala yang paling awal terjadi. Manifestasi klinik mayor berupa kelemahan pada anggota gerak dalam 1 sampai 2 minggu atau bisa lebih lama. Biasanya mengenai ekstremitas bawah terlebih dahulu dibanding ekstremitas atas. Manifestasi klasik dari GBS ditandai dengan adanya kelemahan yang terjadi secara akut progresif, simetris, dan dimulai dari bawah ke atas, arefleksia, dan abnormalitas sensorik. 4,7 Dapat mengenai nervus kranialis terjadi pada 45 % sampai 70 % kasus. Defisit nervus kranial yang sering terkena adalah nervus III, IV, VI, VII, IX, X. Paresis nervus VII biasanya bilateral, terjadi hampir pada sebagian pasien.8 kegagalan otot pernafasan dapat terjadi rata-rata dalam 1 minggu setelah onset parestesi.5
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu1,2:
a.       Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
Ø  Terjadinya kelemahan yang progresif
Ø  Hiporefleksi
b.      Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
Ciri-ciri klinis:
-         Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.1,2
-         Relatif simetris
-         Gejala gangguan sensibilitas ringan, hipotoni dan hiporefleksi selalu ditemukan.
-         Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang        < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
-         Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.
-         Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala vasomotor.
-         Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
-         Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial
-         Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
c.       Varian:
-         Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
-         Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
Pada gangguan neurogenik dengan demielinisasi sering terjadi kehilangan refleks fisiologi pada tahap awal penyakit, seperti yang terjadi pada Guiilain Barre Syndrome. Hal ini terjadi karena adanya blok dan ketidaksesuaian serabut saraf aferen dan eferen.8 Fase progresif dari SGB berlangsung dalam beberapa hari hingga empat minggu dan diikuti dengan fase plateau, saat gejala berada dalam keadaan persisten sebelum diakhiri dengan masa resolusi dari gejala yang lamanya bervariasi.6
Sementara kriteria diagnostik Sindrom Guillain Barre menurut Daroff (2012) yang diadaptasi dari Assessment of current diagnostic criteria for Guillain Barre Syndrome tahun 1990 dibagi menjadi tiga kriteria yaitu8:
1)        manifestasi klinis yang diperlukan untuk diagnosis yaitu kelemahan progresif pada kedua ektremitas dan arefleksia;
2)        manifestasi klinis yang mendukung diagnosis yaitu:
-            progresivitas dalam beberapa hari sampai 4 minggu,
-            relatif simetris, dapat mengenai sistem sensorik,
-            kelumpuhan kedua otot wajah (bifacial palsies),
-            disfungsi otonom,
-            periode recovery 2-4 minggu setelah periode progresif.
3)        pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosis:
-            peningkatan protein dalam cairan serebrospinal dengan sel < 10 sel/µl
-            gambaran elektrodiagnostik pada konduksi nervus lambat atau terhambat

Derajat penyakit SGB didasarkan pada skala disabilitas dari Hughes (Tabel 1). Pada SGB berat, pasien memiliki skala ≥ 4.6







            Tabel 1. Skala disabilitas Sindrom Guillain Barre menurut Hughes.6
0
Sehat
1
Gejala minor dari neuropati, namun dapat melakukan pekerjaan manual
2
Dapat berjalan tanpa bantuan tongkat, namun tidak dapat melakukan pekerjaan manual
3
Dapat berjalan dengan bantuan tongkat atau alat penunjang
4
Kegiatan terbatas di tempat tidur/kursi (bed / chair bound)
5
Membutuhkan bantuan ventilasi
6
Kematian

2.7 Diagnosis Banding
Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan jenis polineuropati lain seperti: Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior akuta, Porphyria intermitten akuta, Polineuropati post difteri, hypocalemia, meningeal carsimatosis, neuromuscular transmission disorders, uremic polyneuropathy, diabetic polyradiculoneuropathy, dan hypophosphatemia,1,8

2.8  Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasa digunakan untuk mendukung diagnosis Guilllain Barre Sindrom antara lain:9
o      Pemeriksaan darah rutin, titer EBV, Campylobacter, HIV, CMV, RF, ANA, hepatitis.
o      EMG., akan terlihat adanya blok konduksi dengan kecepatan rendah, penurunan konduksi gelombang-F
o      Biopsi, akan terlihat demielinasi fokal.
o      LP: peningkatan jumlah protein setelah beberapa hari. Jumlah sel biasanya normal, namun terkadang diikuti peningkatan monosit
2.9 Terapi
Untuk Sindrom Guillain Barre dapat dikatakan tidak ada drug of choice. Terapi diberikan untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).1 Pada pasien dengan SGB ringan, diberikan terapi suportif dengan pemantauan ketat dan persiapan bila pasien secara klinis mengalami perburukan.6

a.      Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid untuk terapi SGB masih kontroversial. Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB. Namun, apabila terjadi keadaan gawat akibat terjadinya paralisis otot-otot pernafasan maka kortikosteroid dosis tinggi dapat dilakukan.1
b.      Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Plasmaferesis diindikasikan pada kasus yang nonambulatory, atau yang penyakitnya berlangsung secara agresif.6 Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).1 Plasmaferesis atau plasma exchange merupakan terapi yang pertama kali terbukti efektif pada kasus SGB berat. Perbaikan klinis pasien nampak nyata dalam kemampuan berjalan tanpa dibantu, waktu penggunaan ventilasi mekanik lebih singkat, dan gejala sisa lebih ringan.6
Pada anak yang menderita SGB, plasmaferesis jarang dilakukan karena prosedur ini membutuhkan persiapan yang lebih kompleks seperti unit perawatan intensif (ICU), akses vena sentral dan mesin plasmaferesis. Selain plasmaferesis, hanya intravenous immunoglobulin (IVIg) yang terbukti efektif dalam mengurangi kegawatan dan memperpendek perjalanan penyakit.6
c.       Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping / komplikasi lebih ringan. Dosis 0.4 gr/kg BB/hari selama 5 hari.8 Pemberian IVIg diduga dapat menetralisasi antibodi mielin yang beredar dengan berperan sebagai antibodi anti–idiotipik, menurunkan sitokin proinflammatory dan menghadang kaskade komplemen.6
d.      Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah1:
-         6 merkaptopurin (6-MP)
-         Azathioprine
-         cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.
Pengobatan suportif untuk Gullain Barre antara lain10:
-         Monitor kapasitas vitas pernafasan dan kekuatan inspirasi negatif (negative inspiratory force; NIF). Jika kapasitas vita < 20 mL/kg atau NIF kurang dari – 30cm H2O, bawa pasien ke ICU dan lakukan intubasi. Jangan tunggu sampai saturasi oksigen drop.
-         Swallowing assessment
-         Monitoring fungsi jantung
-          Berikan obat anti nyeri seperti gabapentin, pregabalin atau tramadol
-          Profilak DVT
-          Regimen untuk kostipasi
-          Fisioterapi untuk mencegah kontraktur dan mempercepat proses penyembuhan

2.11 Prognosa
Pada umumnya prognosa relatif baik. 90-95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain1,2:
-         pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
-         mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
-         progresifitas penyakit lambat dan pendek
-         pada penderita berusia 30-60 tahun
-         tidak terjadi kelumpuhan total
Angka kematian pada GBS ± 5 %. Kebanyakan pasien membaik pada beberapa bulan. Jika tanpa pengobatan, sekitar 35 % dari pasien memiliki kelemahan residual, atrofi, hiporefleksia dan kelemahan otot wajah. Prognosis buruk pada pasien dengan usia tua, didahului penyakit GI track.10





BAB 3
LAPORAN KASUS
I.                   Identitas Pasien
Nama                     : Nn. Af
Umur                      : 21 tahun
Jenis Kelamin         : Perempuan
Agama                   : Islam
Status Perkawinan  : Tidak kawin
Pekerjaan               : Mahasiswa
II.                Anamnesis
KU            :
Lemah anggota gerak
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien merasakan lemah anggota gerak sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa lemah di tungkai bawah yang awalnya dimulai dengan kedua ujung ibu jari kaki pasien terasa kebas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.  Keesokan harinya rasa kebas menjalar sampai ke kedua telapak kaki pasien dan diikuti oleh lemah anggota gerak bawah.  Rasa lemah tidak hilang setelah pasien beristirahat. Pasien lalu dibawa ke poli saraf RS M. Djamil dengan berjalan dan dipapah. 3 hari di RS wajah pasien terasa sakit dan lidah depan terasa kebas. ± 3 minggu SMRS
.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
riwayat trauma (-), riwayat DM (-).

Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

Riwayat Sosial, ekonomi dan Kebiasaan
Pasien seorang mahasiswi, aktivitas harian sedang.


III.             Pemeriksaan Fisik
a.      Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum           : Tampak sakit sedang
Kesadaran                    : Compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 92 kali/menit, teratur
Frekuensi Nafas           : 20 kali/menit
Suhu     : 36,5o C
Tinggi Badan    : 160 cm
Berat Badan     : 50 kg
b.      Status Internus
Kulit                             : Turgor kulit normal
Rambut                        : Hitam, tidak mudah dicabut
Kelenjar getah bening   : Tidak ada pembesaran pada KGB leher, aksila, dan inguinal
Thoraks                        : Normothoraks
Pulmo
Inspeksi            : Simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi             : Fremitus normal, kiri = kanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi         : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi            : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi             : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi         : Irama reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi            : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi             : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi         : Bising usus (+) normal


Corpus Vertebrae
Inspeksi            : Deformitas (-)
Palpasi             : Massa (-), deformitas (-)

c.       Status Neurologikus 
                        Kesadaran        : GCS 15 (E4M6V5)
                        Tanda Rangsangan Meningeal :
          Kaku kuduk  : -
          Brudzinski I   : -
          Brudzinski II  : -
          Kernig           : -
Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial :
            Pupil       :    Isokor, Ф 3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Pemeriksaan Nn. Cranialis      :
N. I                 : Penciuman normal kiri dan kanan
N. II                : Tajam penglihatan, lapangan pandang dan melihat warna dalam
                           batas normal.
N. III, IV, VI   : - bola mata posisi ortho, ptosis tidak ada, Pupil bulat, isokor,
                           diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya       
                           tidak langsung (+/+), diplopia (-), ptosis (-), strabismus (-),
                           nistagmus (-/-). gerakan mata kebawah normal.
N. V                : Membuka mulut (+), menggerakkan rahang (+), menggigit (+),
                          mengunyah (+), sensorik menurun (hipestesi), refleks kornea (+/+)
N. VII             : Raut muka simetris, plika nasolabialis simetris, mengerutkan dahi
    (+), menutup mata (+), bersiul (+), memperlihatkan gigi (+), sekresi 
    air mata (+), sensasi lidah 2/3 depan (+).
N. VIII            : suara berbisik (+), detik arloji (+), test rinne, weber, scwabach tidak
                          dilakukan.
N. IX               : Refleks muntah (+), sensasi lidah 1/3 belakang (+)
N. X                : Arkus faring simetris kiri dan kanan, uvula di tengah, menelan (+),
                          disfagia (-), disfonia (-)
N. XI               : menoleh ke kanan dan kiri (+), mengangkat bahu (+)
N. XII             : Kedudukan lidah di dalam dan saat dijulurkan simetris. Tremor (-),
                          fasikulasi (-), atropi (-).
Pemeriksaan Koordinasi :
Cara berjalan
Normal
Disartria
-
Romberg tes
-
Disgrafia
-
Ataksia
-
Supinasi-pronasi
-
Reboundphenomen
-
Tes jari hidung
-
Test tumit lutut
-
Tes hidung jari
-

Pemeriksaan Motorik     :    444 444     , eutonus, eutrofi.
                                           333 333
Pemeriksaan Sensorik    :
-         Raba  :
-         Nyeri : +
-         Suhu  : +
-         Propioseptif: +
Pemeriksaan Otonom     :
·        Miksi : neurogenic bladder (-)
·        Defekasi : baik
·        Sekresi keringat : baik
Refleks Fisiologis           
·        Biceps                : +/+
·        Triceps               : +/+
·        APR                  : +/+
·        KPR                  : +/+
Refleks Patologis
·        Babinski             : -/-
·        Chaddok            : -/-
·        Oppenheim        : -/-
·        Gordon              : -/-
·        Schaeffer            : -/-
·        Hoffman Tromner: -/-




Refleks Regresi
·        Refleks Glabella : -
·        Refleks Snout               : -
·        Refleks Mengisap         : -
·        Refleks Memegang       : -
·        Refleks Palmomental     : -
Pemeriksaan Penunjang
                    Laboratorium:
                                      Hb                  : 13,9 gr/dl
                                      Leukosit         : 6.300/mm3
                                      Ht                   : 40%
                                      Trombosit       : 158.000
                                      Na                  : 138 mmol/l
                                      K                   : 3,1 mmol/l
                                      Cl                   : 100 mmol/l
                                      Ca2+               : 0,43 mmol/l
                                      GDS               : 129
Diagnosis Kerja
Diagnosis klinis             :  Guillain Barre Syndrome
Diagnosis topik            :  Radiks N. Spinalis
Diagnosis etiologi         : Autoimun
Diagnosis sekunder      :  -

Diagnosis Banding
-         Miastenia Gravis
-         Periodik Paralisis

Pemeriksaan Penunjang (Plan)
-         LP
-         KHS

Tatalaksana
Umum:
·        IVFD RL 12 jam / kolf
Khusus :
·        Inj Methicobal 2 x 1 amp
·        IVIG Dosis 0.4 gr/kg BB/hari selama 5 hari.
Rencana Penatalaksanaan
Plasmaforesis

Prognosis       
·      Ad vitam                  :  ad bonam
·      Ad fungsionam         :  ad bonam
·      Ad sanationam         :  ad bonam


























BAB IV
DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan, 21 tahun pada tanggal 7 September 2014 di Bangsal Saraf RSUP Dr. M. Djamil dengan diagnosis kerja Tetraparese flaccid, gloves and stock phenomenon ec susp. Syndrome Guillain Barre. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pasien merasakan lemah anggota gerak sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa lemah di tungkai bawah yang awalnya dimulai dengan kedua ujung ibu jari kaki pasien terasa kebas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.  Keesokan harinya rasa kebas menjalar sampai ke kedua telapak kaki pasien dan diikuti oleh lemah anggota gerak bawah.  Kemudian selang 1 hari selanjutnya anggota gerak atas mengalami kelemahan. Rasa lemah tidak hilang setelah pasien beristirahat. Pasien lalu dibawa ke poli saraf RS M. Djamil dengan berjalan dan dipapah. Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya, riwayat trauma (-), riwayat DM (-). Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama. Pasien adalah seorang mahasiswi dengan aktivitas fisik cukup.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran komposmentis koperatif dengan GCS 15 (E4M6V5). Tanda vital ditemukan dalam batas normal. Status internus didapatkan dalam batas normal.
Pada status neurologis tidak ditemukan tanda rangsang meningeal tanda peningkatan tekanan intrakranial. Pemeriksaan nervus cranialis tidak adanya kelainan. Pada pemeriksaan fungsi motoric, terdapat kelemahan dimana anggota gerak inferior hanya mampu melawan gravitasi, sementara anggora gerak superior mampu melawan tahanan lemah dari pemeriksa. fungsi sensorik menurun (hipestesi) dan otonom dalam batas normal. Pada pemeriksaan ditemukan fungsi refleks fisiologis menurun dan tidak ditemukan refleks patologis dan refleks regresi. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 13,9 gr/dl, Leukosit 6.300/mm3, Ht 40%, Trombosit 158.000, elektrolit Na 138 mmol/l, K 3,1 mmol/l, Cl 100 mmol/l, Ca2+ 0,43 mmol/l dan Gula darah sewaktu 129 mg/dl.
Pasien didiagnosis dengan Guillain Barre Syndrome. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Kriteria diagnosis yang ada pada pasien ini seperti:
-         Lemah anggota gerak
-         Kelemahan bersifat asending yang artinya mengenai anggota gerak bagian bawah terlebih dahulu
-         Terjadi kelemahan ascenden dan simetris. Kelemahan dimulai dari anggota gerak bawah kemudian diikuti oleh anggota gerak atas.
-         Dari pemeriksaan fisik ditemukan terjadinya gangguan motorik.
-         Terdapat gangguan sensorik ringan dimana tangan pasien terasa kebas (parestesia) sehingga untuk ransangan raba sedikit terganggu sementara ransang nyeri, suhu dan proprioseptif tidak terganggu.
-         Pada pemeriksaan refleks ditemukan refleks fisiologis menurun dan tidak ditemukan refleks patologis. Ini menunjukkan bahwa saraf yang terkena adalah Lower Motor Neuron.
Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa Lumbal Punksi (LP) untuk menilai cairan serebrospinal. Pada sindroma Guillain Barre akan ditemukan peningkatan jumlah protein. Selain itu juga perlu dilakukan pemeriksaan KHS untuk melihat hantaran konduksi saraf.
Sindrom Guillain Barre perlu dibedakan dengan Miastenia Gravis, yang sama-sama merupakan penyakit autoimun. Miastenia gravis juga terjadi kelemahan anggota gerak yang bersifat flaksid. Namun pada miastenia gravis kelemahan tidak bersifat ascensing. Selain itu pada miastenia gravis, kelemahan biasanya menghilang jika beristirahat, sedangkan Guillain Barre kelemahan tidak berkurang walaupun beristirahat.
            Terapi yang diberikan pada pasien ini terdiri atas terapi umum dan terapi khusus. Terapi umum yang diberikan adalah adalah IVFD RL 12 jam/kolf untuk memenuhi kebutuhan cairannya, sedangkan terapi khusus Inj Methicobal 2 x 1 amp diberikan sebagai neurotropik, karena telah terjadi proses demielinisasi dari akson, maka diharapkan dengan pemberian neurotropik dapat memperbaiki kerusakan saraf. IVIG 0,4g/kgbb/hr (iv) diberikan agar dapat berikan dengan antibodi yang menyerang akson sehingga proses kerusakan dapat dihentikan.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Japardi, Iskandar. 2002. Sindroma Guillain Barre. USU.
2.      Perdossi. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press: Jakarta. Hal 307-310.
3.       Ropper, Allan H, Martin A. Sammuels. 2009. Adams and Victor’s Principles of Neurology 9th edition. Mc Graw Hill Medical E-book. p1261-1270.
4.      Rohkamm, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology 2nd Edition. Medical E-book. Georg Thieme Verlag: Stuttgard. p 326-327.
5.      Wijdicks, Eelco. 2003. The Clinical Practice of Critical Care Neurology 2nd Edition. Oxford University Press: New York. p 405-410.
6.      Lukito, Vimaladewi, Irawan Mangunatmadja, Antonius H. Pudjiadji, Tatang M. Puspandjono. 2010. Plasmaferesis Sebagai Terapi Sindrom Guillain-Barre Berat pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010.
7.      Feldman, Eva L, Woflgang Grisold, James W Russell, Udo A. Zifko. 2005. Atlas of Neuromuscular desease. E-book. Springer-Verlag: Austria. p 288-291.
8.      Daroff, Robert B., Gerald M. Fenichel, Joseph Jancovic, John C. Mazziotta. 2012. Bradleys Neurology in Clinical Practice 6th Edition Volume 1. Medical E-book. Elsevier: Philadelphia. p 299, 1956-1964
9.      Flaherty, Alice W & Natalia Rost. 2007. The Massachusetts General Hospital Handbook of Neurology 2nd Edition. Lippincott Williams & Wilkins: Massachusetts. p  37.
10.  Gilman, Sid, William J. Herdman, Hadi Manji, Sean Connolly, Neil Dorward, Neil Kitchen, et al. 2010. Oxford American Handbook of Neurology. Medical E-book. Oxford University Press: New York. p 96-98.

1 komentar:

  1. Casino | New Orleans - MapyRO
    Casino, Near the Museum of American 하남 출장안마 History. 67401 S Canal Street. New Orleans, LA 70130. Map. 태백 출장안마 Casino, near the Museum of 밀양 출장마사지 American 경상북도 출장샵 History. 제주도 출장샵

    BalasHapus