BAB
1
LATAR
BELAKANG
Sindroma
Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai
pada usia dewasa muda. Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit
ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre
Strohl Syndrome, Landry Ascending
paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.1,2
Insiden
rata-rata per tahun 0,4-1,7 per 100.000 populasi. Insidensi lebih tinggi pada
perempuan dibanding pria dan lebih banyak terjadi pada usia muda. Sindrom ini
dicirikan oleh kelumpuhan otot ekstremitas yang akut dan progresif.2,3
sekitar 60% dari kasus SGB didahului oleh infeksi saluran respirasi maupun
gastrointestinal. Berdasarkan penelitian, diketahui infeksi bakteri
Camphylobacter jejuni paling sering mendahului kejadian Guillain Barre. Selain
itu infeksi virus seperti Epstein Barr, Citomegalovirus, HIV juga berhubungan
dengan kejadian SGB.3
Guillain
Barre merupakan salah satu penyebab kelumpuhan otot yang dapat mengenai semua
usia. Insidensi lebih tinggi pada perempuan dibanding pria dan lebih banyak
terjadi pada usia muda.2,3 Kelumpuhan otot yang disebabkan oleh
Guillain Barre bersifat asending, yang artinya didahului oleh kelumpuhan
anggota gerak bawah, kemudian akan terus mengenai anggota gerak atas. Salah
satu komplikasi Gullain Barre yang dapat mengancam jiwa yaitu kelumpuhan
otot-otot pernafasan yang akan mengakibatkan gagal nafas pada pasien.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi
SGB
merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaksid yang
terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah
saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.1 Guillain Barre sering
juga disebut sebagai acute idiopathic demyelinating polyradiculoneuritis (AIDP)
yang artinya proses demielinasi pada Guillain Barre bersifat akut.
2.2 Epidemiologi
Insidensi
sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0,4 - 1,7 kasus per 100.000 orang
pertahun. Insidensi lebih tinggi pada perempuan dibanding pria dan lebih banyak
terjadi pada usia muda.2,3 Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35
tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda
yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan
wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita
adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok
ras yang tidak spesifik.1
SGB sering
sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu
sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi gastrointestinal.1,3
2.3 Etiologi
Etiologi
SGB masih belum diketahui secara pasti. Teori yang dianut sekarang adalah suatu
kelainan imunologik, baik secara primary
imune response maupun immune mediated
response. Beberapa keadaan / penyakit yang mendahului dan mungkin ada
hubungannya dengan terjadinya SGB antara lain1:
1. Infeksi.
SGB
sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Infeksi akut yang
sering berhubungan dengan SGB adalah infeksi dari virus (CMV, EBV, HIV,
varisela) dan bakteri (Campilobakter
jejuni, Mycoplasma pneumonia).
Dua pertiga penderita berhubungan dengan penyakit infeksi. Interval antara
penyakit yang mendahului dengan awitan biasanya 2-3 minggu. Pada umumnya
sindrom ini sering didahului oleh influenza, infeksi saluran nafas bagian atas
atau saluran pencernaan.2
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit
sistemik seperti: keganasan, SLE, tiroiditis, penyakit addison
5. Kehamilan/
dalam masa nifas
2.4 Patogenesis
Delapan puluh persen pasien dengan SGB memiliki
riwayat pendahulu seperti infeksi, pembedahan dan trauma.5 Mekanisme
bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mencetuskan
terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti.
Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma
ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa
merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah1:
1.
didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen
infeksious pada saraf tepi.
2.
adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3.
didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh
darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses
demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling
sering adalah infeksi virus. Terjadi reaksi inflamasi pada saraf
yang terganggu. Infiltrat terdiri atas sel-sel mononuklear terutama sel
limfosit. Terdapat juga sel makrofag, sel polimorfonuklear. Serabut saraf
mengalami degenerasi segmental dan aksonal. 1
Organisme
yang menyebabkan infeksi terdahulu mengaktivasi sel T, setelah masa laten
beberapa hari sampai minggu, sel B dan T spesifik antigen teraktivasi. IgG yang
diproduksi sel B dapat dideteksi pada serum pada berbagai konsentrasi. Antibodi
ini memblok konduksi impuls sehingga terjadi akut paralisis atau mengaktivasi
komplemen dan makrofag yang menyebabkan lesi pada mielin.4 Penelitian
terbaru menyatakan bahwa terjadinya destruksi mielin dicetuskan oleh aktivasi
komplement. Aktivasi cascade
komplemen dimediasi oleh ikatan antara antibodi dengan sel Schwann dan
mengakibatkan degenerasi mielin. Akson biasanya menjadi target, terutama
setelah infeksi Campylobacter
jejuni.5.
2.5 Klasifikasi
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat
diklasifikasikan, yaitu1,3,6:
1. Acute
Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Mediasi oleh antibodi, dipicu oleh
infeksi virus atau bakteri sebelumnya, gambaran elektrofisiologi berupa
demielinisasi, remielinisasi muncul setelah reaksi imun berakhir, merupakan
tipe SGB yang sering dijumpai di Eropa dan Amerika.6
2. Acute
Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
Merupakan
bentuk murni dari neuropathy axonal, dimana acute motor axonal neurophaty
(AMAN), terjadi degenerasi dari axon motorik, tanpa adanya demielinisasi.
Gejala ditandai dengan adanya kelemahan otot bagian distal, terkadang dapat
disertai paralisis otot pernafasan. Sensorik tidak mengalami gangguan. Dari
pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan protein pada cairan
serebrospinal sementara dari pemeriksaan elektrofisiologi menunjukkan
absen/turunnya saraf motorik dan saraf sensorik. Penyembuhan lebih cepat,
sering terjadi pada anak, dan merupakan tipe SGB yang sering di Cina dan
Jepang. 6,7
3. Acute
Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Degenerasi
terjadi pada akson sensorik dan motorik, sehingga manifestasi klinisnya berupa
kelemahan motorik dan sensorik, terkadang dengan paralisis otot pernafasan.
Kebanyakan pasien menjadi tetraplegi dan kesulitan bernafas hanya dalam waktu
yang singkat.7
4. Miller
Fisher’s Syndrome
Merupakan
kelainan yang jarang dijumpai, berupa trias ataxia, areflexia dan
oftalmoplegia, dapat terjadi gangguan proprioseptif, resolusi dalam waktu 1-3 bulan.6
5. Acute
Pandysautonomia
Varian yang paling jarang dari SGB, mempengaruhi
sistim simpatis dan parasimpatis, gangguan kardiovaskular (hipotensi,
takikardi, hipertensi, disaritmia), gangguan penglihatan berupa pandangan
kabur, kekeringan pada mata dan anhidrosis, penyembuhan bertahap dan tidak
sempurna, sering dijumpai juga gangguan sensorik.6
2.6
Gejala Klinis dan Kriteria Diagnosa
SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut
yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau
tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor
dan gangguan sensorik dan motorik perifer.2 Parestesi dan hilang
rasa pada jari-jari kaki dan tangan merupakan gejala yang paling awal terjadi.
Manifestasi klinik mayor berupa kelemahan pada anggota gerak dalam 1 sampai 2
minggu atau bisa lebih lama. Biasanya mengenai ekstremitas bawah terlebih
dahulu dibanding ekstremitas atas. Manifestasi klasik dari GBS ditandai dengan
adanya kelemahan yang terjadi secara akut progresif, simetris, dan dimulai dari
bawah ke atas, arefleksia, dan abnormalitas sensorik. 4,7 Dapat
mengenai nervus kranialis terjadi pada 45 % sampai 70 % kasus. Defisit nervus
kranial yang sering terkena adalah nervus III, IV, VI, VII, IX, X. Paresis
nervus VII biasanya bilateral, terjadi hampir pada sebagian pasien.8
kegagalan otot pernafasan dapat terjadi rata-rata dalam 1 minggu setelah onset
parestesi.5
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria
dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke
(NINCDS), yaitu1,2:
a. Ciri-ciri
yang perlu untuk diagnosis:
Ø Terjadinya
kelemahan yang progresif
Ø Hiporefleksi
b. Ciri-ciri
yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
Ciri-ciri klinis:
-
Progresifitas: gejala kelemahan motorik
berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu,
80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.1,2
-
Relatif simetris
-
Gejala gangguan sensibilitas ringan,
hipotoni dan hiporefleksi selalu ditemukan.
-
Gejala saraf kranial ± 50% terjadi
parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang
mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari
otot ekstraokuler atau saraf otak lain
-
Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah
progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.
-
Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia,
hipotensi postural, hipertensi dangejala vasomotor.
-
Tidak ada demam saat onset gejala
neurologis
Ciri-ciri kelainan
cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
-
Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1
minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial
-
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
c. Varian:
-
Tidak ada peningkatan protein CSS
setelah 1 minggu gejala
-
Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
Pada gangguan neurogenik dengan demielinisasi sering
terjadi kehilangan refleks fisiologi pada tahap awal penyakit, seperti yang
terjadi pada Guiilain Barre Syndrome. Hal ini terjadi karena adanya blok dan
ketidaksesuaian serabut saraf aferen dan eferen.8 Fase progresif
dari SGB berlangsung dalam beberapa hari hingga empat minggu dan diikuti dengan
fase plateau, saat gejala berada dalam keadaan persisten sebelum diakhiri dengan
masa resolusi dari gejala yang lamanya bervariasi.6
Sementara kriteria diagnostik Sindrom Guillain Barre
menurut Daroff (2012) yang diadaptasi dari Assessment
of current diagnostic criteria for Guillain Barre Syndrome tahun 1990
dibagi menjadi tiga kriteria yaitu8:
1)
manifestasi klinis yang diperlukan untuk
diagnosis yaitu kelemahan progresif pada kedua ektremitas dan arefleksia;
2)
manifestasi klinis yang mendukung
diagnosis yaitu:
-
progresivitas dalam beberapa hari sampai
4 minggu,
-
relatif simetris, dapat mengenai sistem
sensorik,
-
kelumpuhan kedua otot wajah (bifacial palsies),
-
disfungsi otonom,
-
periode recovery 2-4 minggu setelah periode progresif.
3)
pemeriksaan laboratorium yang mendukung
diagnosis:
-
peningkatan protein dalam cairan
serebrospinal dengan sel < 10 sel/µl
-
gambaran elektrodiagnostik pada konduksi
nervus lambat atau terhambat
Derajat penyakit SGB didasarkan pada skala
disabilitas dari Hughes (Tabel 1). Pada SGB berat, pasien memiliki skala ≥ 4.6
Tabel
1. Skala disabilitas Sindrom Guillain Barre menurut Hughes.6
0
|
Sehat
|
1
|
Gejala
minor dari neuropati, namun dapat melakukan pekerjaan manual
|
2
|
Dapat
berjalan tanpa bantuan tongkat, namun tidak dapat melakukan pekerjaan manual
|
3
|
Dapat
berjalan dengan bantuan tongkat atau alat penunjang
|
4
|
Kegiatan
terbatas di tempat tidur/kursi (bed / chair bound)
|
5
|
Membutuhkan
bantuan ventilasi
|
6
|
Kematian
|
2.7 Diagnosis Banding
Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal
sesuai dengan kriteria diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal
kadang-kadang harus dibedakan dengan jenis polineuropati lain seperti: Mielitis
akuta, Poliomyelitis anterior akuta, Porphyria intermitten akuta, Polineuropati post difteri, hypocalemia,
meningeal carsimatosis, neuromuscular transmission disorders, uremic
polyneuropathy, diabetic polyradiculoneuropathy, dan hypophosphatemia,1,8
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang biasa digunakan untuk mendukung diagnosis Guilllain Barre
Sindrom antara lain:9
o Pemeriksaan darah rutin, titer EBV,
Campylobacter, HIV, CMV, RF, ANA, hepatitis.
o EMG., akan terlihat adanya blok
konduksi dengan kecepatan rendah, penurunan konduksi gelombang-F
o Biopsi, akan terlihat demielinasi
fokal.
o LP: peningkatan jumlah protein
setelah beberapa hari. Jumlah sel biasanya normal, namun terkadang diikuti
peningkatan monosit
2.9 Terapi
Untuk Sindrom Guillain Barre dapat dikatakan tidak
ada drug of choice. Terapi diberikan
untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem
imunitas (imunoterapi).1 Pada pasien dengan SGB ringan, diberikan
terapi suportif dengan pemantauan ketat dan persiapan bila pasien secara klinis
mengalami perburukan.6
a.
Kortikosteroid
Manfaat
kortikosteroid untuk terapi SGB masih kontroversial. Kebanyakan penelitian
mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak
bermanfaat untuk terapi SGB. Namun, apabila terjadi keadaan gawat akibat
terjadinya paralisis otot-otot pernafasan maka kortikosteroid dosis tinggi
dapat dilakukan.1
b.
Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Plasmaferesis diindikasikan pada
kasus yang nonambulatory, atau yang penyakitnya berlangsung secara agresif.6
Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa
perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih
sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti
200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila
diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).1 Plasmaferesis
atau plasma exchange merupakan terapi yang pertama kali terbukti efektif
pada kasus SGB berat. Perbaikan klinis pasien nampak nyata dalam kemampuan
berjalan tanpa dibantu, waktu penggunaan ventilasi mekanik lebih singkat, dan gejala
sisa lebih ringan.6
Pada anak yang menderita SGB, plasmaferesis jarang
dilakukan karena prosedur ini membutuhkan persiapan yang lebih kompleks seperti
unit perawatan intensif (ICU), akses vena sentral dan mesin plasmaferesis.
Selain plasmaferesis, hanya intravenous immunoglobulin (IVIg) yang terbukti
efektif dalam mengurangi kegawatan dan memperpendek perjalanan penyakit.6
c.
Imunoglobulin
IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih
menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping / komplikasi lebih
ringan. Dosis 0.4 gr/kg BB/hari selama 5 hari.8 Pemberian IVIg
diduga dapat menetralisasi antibodi mielin yang beredar dengan berperan sebagai
antibodi anti–idiotipik, menurunkan sitokin proinflammatory dan
menghadang kaskade komplemen.6
d.
Obat
sitotoksik
Pemberian obat sitoksik
yang dianjurkan adalah1:
-
6 merkaptopurin (6-MP)
-
Azathioprine
-
cyclophosphamid
Efek
samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.
Pengobatan
suportif untuk Gullain Barre antara lain10:
-
Monitor kapasitas vitas pernafasan dan
kekuatan inspirasi negatif (negative
inspiratory force; NIF). Jika kapasitas vita < 20 mL/kg atau NIF kurang
dari – 30cm H2O, bawa pasien ke ICU dan lakukan intubasi. Jangan tunggu sampai
saturasi oksigen drop.
-
Swallowing
assessment
-
Monitoring fungsi jantung
-
Berikan obat anti nyeri seperti gabapentin,
pregabalin atau tramadol
-
Profilak DVT
-
Regimen untuk kostipasi
-
Fisioterapi untuk mencegah kontraktur
dan mempercepat proses penyembuhan
2.11
Prognosa
Pada
umumnya prognosa relatif baik. 90-95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa
dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain1,2:
-
pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
-
mendapat terapi plasmaparesis dalam 4
minggu mulai saat onset
-
progresifitas penyakit lambat dan pendek
-
pada penderita berusia 30-60 tahun
-
tidak terjadi kelumpuhan total
Angka
kematian pada GBS ± 5 %. Kebanyakan pasien membaik pada beberapa bulan. Jika
tanpa pengobatan, sekitar 35 % dari pasien memiliki kelemahan residual, atrofi,
hiporefleksia dan kelemahan otot wajah. Prognosis buruk pada pasien dengan usia
tua, didahului penyakit GI track.10
BAB
3
LAPORAN
KASUS
I.
Identitas
Pasien
Nama : Nn. Af
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Tidak kawin
Pekerjaan : Mahasiswa
II.
Anamnesis
KU :
Lemah anggota gerak
Riwayat
Penyakit Sekarang:
Pasien merasakan lemah
anggota gerak sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa lemah di
tungkai bawah yang awalnya dimulai dengan kedua ujung ibu jari kaki pasien
terasa kebas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Keesokan harinya rasa kebas menjalar sampai
ke kedua telapak kaki pasien dan diikuti oleh lemah anggota gerak bawah. Rasa lemah tidak hilang setelah pasien
beristirahat. Pasien lalu dibawa ke poli saraf RS M. Djamil dengan berjalan dan
dipapah. 3 hari di RS wajah pasien terasa sakit dan lidah depan terasa kebas. ±
3 minggu SMRS
.
Riwayat
Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah
menderita penyakit yang sama sebelumnya.
riwayat trauma (-),
riwayat DM (-).
Riwayat
Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang
menderita penyakit yang sama.
Riwayat
Sosial, ekonomi dan Kebiasaan
Pasien seorang
mahasiswi, aktivitas harian sedang.
III.
Pemeriksaan
Fisik
a.
Pemeriksaan
Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
(E4M6V5)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 92 kali/menit, teratur
Frekuensi Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5o C
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 50 kg
b. Status Internus
Kulit : Turgor kulit normal
Rambut :
Hitam, tidak mudah dicabut
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran pada KGB leher,
aksila, dan inguinal
Thoraks : Normothoraks
Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri = kanan dalam
keadaan statis dan dinamis
Palpasi :
Fremitus normal, kiri = kanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
Cor
Inspeksi :
Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial
LMCS RIC V
Perkusi : Batas
jantung dalam batas normal
Auskultasi :
Irama reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi :
Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi :
Bising usus (+) normal
Corpus Vertebrae
Inspeksi : Deformitas (-)
Palpasi :
Massa (-), deformitas (-)
c. Status Neurologikus
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tanda Rangsangan Meningeal :
Kaku kuduk : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Kernig : -
Tanda
Peningkatan Tekanan Intrakranial :
Pupil : Isokor, Ф 3mm/3mm, refleks cahaya langsung
+/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Pemeriksaan Nn. Cranialis :
N. I :
Penciuman normal kiri dan kanan
N. II :
Tajam penglihatan, lapangan pandang dan melihat warna dalam
batas normal.
N. III, IV, VI :
- bola mata posisi ortho, ptosis tidak ada, Pupil bulat, isokor,
diameter 3mm/3mm,
refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya
tidak langsung (+/+),
diplopia (-), ptosis (-), strabismus (-),
nistagmus (-/-). gerakan
mata kebawah normal.
N. V :
Membuka mulut (+), menggerakkan rahang (+), menggigit (+),
mengunyah (+), sensorik menurun (hipestesi),
refleks kornea (+/+)
N. VII :
Raut muka simetris, plika nasolabialis simetris, mengerutkan dahi
(+), menutup mata (+), bersiul (+), memperlihatkan
gigi (+), sekresi
air mata (+), sensasi lidah 2/3 depan (+).
N.
VIII : suara berbisik (+),
detik arloji (+), test rinne, weber, scwabach tidak
dilakukan.
N.
IX : Refleks muntah (+),
sensasi lidah 1/3 belakang (+)
N.
X : Arkus faring simetris
kiri dan kanan, uvula di tengah, menelan (+),
disfagia (-), disfonia (-)
N.
XI : menoleh ke kanan dan
kiri (+), mengangkat bahu (+)
N.
XII : Kedudukan lidah di dalam dan saat dijulurkan simetris. Tremor (-),
fasikulasi (-), atropi (-).
Pemeriksaan
Koordinasi :
Cara berjalan
|
Normal
|
Disartria
|
-
|
Romberg tes
|
-
|
Disgrafia
|
-
|
Ataksia
|
-
|
Supinasi-pronasi
|
-
|
Reboundphenomen
|
-
|
Tes jari hidung
|
-
|
Test tumit lutut
|
-
|
Tes hidung jari
|
-
|
333
333
Pemeriksaan Sensorik :
-
Raba :
-
Nyeri :
+
-
Suhu : +
-
Propioseptif: +
Pemeriksaan Otonom :
·
Miksi :
neurogenic bladder (-)
·
Defekasi
: baik
·
Sekresi
keringat : baik
Refleks Fisiologis
·
Biceps : +/+
·
Triceps : +/+
·
APR : +/+
·
KPR : +/+
Refleks Patologis
·
Babinski
: -/-
·
Chaddok : -/-
·
Oppenheim
: -/-
·
Gordon : -/-
·
Schaeffer : -/-
·
Hoffman
Tromner: -/-
Refleks Regresi
·
Refleks Glabella :
-
·
Refleks Snout :
-
·
Refleks Mengisap :
-
·
Refleks Memegang :
-
·
Refleks Palmomental : -
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Hb : 13,9 gr/dl
Leukosit : 6.300/mm3
Ht : 40%
Trombosit : 158.000
Na : 138 mmol/l
K : 3,1 mmol/l
Cl : 100 mmol/l
Ca2+ : 0,43 mmol/l
GDS : 129
Diagnosis Kerja
Diagnosis
klinis : Guillain Barre Syndrome
Diagnosis
topik : Radiks N. Spinalis
Diagnosis
etiologi : Autoimun
Diagnosis
sekunder : -
Diagnosis
Banding
-
Miastenia Gravis
-
Periodik Paralisis
Pemeriksaan Penunjang (Plan)
-
LP
-
KHS
Tatalaksana
Umum:
·
IVFD RL 12 jam / kolf
Khusus :
·
Inj Methicobal 2 x 1 amp
·
IVIG Dosis 0.4 gr/kg BB/hari selama 5
hari.
Rencana
Penatalaksanaan
Plasmaforesis
Prognosis
· Ad
vitam : ad bonam
· Ad
fungsionam : ad bonam
· Ad
sanationam : ad bonam
BAB
IV
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan,
21 tahun pada tanggal 7 September 2014 di Bangsal Saraf RSUP Dr. M. Djamil
dengan diagnosis kerja Tetraparese
flaccid, gloves and stock phenomenon ec susp. Syndrome Guillain Barre. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
Pasien
merasakan lemah anggota gerak sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
merasa lemah di tungkai bawah yang awalnya dimulai dengan kedua ujung ibu jari
kaki pasien terasa kebas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Keesokan harinya rasa kebas menjalar sampai
ke kedua telapak kaki pasien dan diikuti oleh lemah anggota gerak bawah. Kemudian selang 1 hari selanjutnya anggota
gerak atas mengalami kelemahan. Rasa lemah tidak hilang setelah pasien
beristirahat. Pasien lalu dibawa ke poli saraf RS M. Djamil dengan berjalan dan
dipapah. Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya, riwayat
trauma (-), riwayat DM (-). Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita
penyakit yang sama. Pasien adalah seorang mahasiswi dengan aktivitas fisik
cukup.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
pasien sakit sedang, kesadaran komposmentis koperatif dengan GCS 15 (E4M6V5).
Tanda vital ditemukan dalam batas normal. Status internus didapatkan dalam
batas normal.
Pada status neurologis tidak ditemukan tanda
rangsang meningeal tanda peningkatan tekanan intrakranial. Pemeriksaan nervus
cranialis tidak adanya kelainan. Pada pemeriksaan fungsi motoric, terdapat kelemahan
dimana anggota gerak inferior hanya mampu melawan gravitasi, sementara anggora
gerak superior mampu melawan tahanan lemah dari pemeriksa. fungsi sensorik menurun
(hipestesi) dan otonom dalam batas normal. Pada pemeriksaan ditemukan fungsi refleks
fisiologis menurun dan tidak ditemukan refleks patologis
dan refleks regresi. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 13,9
gr/dl, Leukosit 6.300/mm3, Ht 40%, Trombosit 158.000, elektrolit Na
138 mmol/l, K 3,1 mmol/l, Cl 100 mmol/l, Ca2+ 0,43 mmol/l dan Gula
darah sewaktu 129 mg/dl.
Pasien didiagnosis dengan Guillain Barre
Syndrome. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Kriteria
diagnosis yang ada pada pasien ini seperti:
-
Lemah
anggota gerak
-
Kelemahan
bersifat asending yang artinya mengenai anggota gerak bagian bawah terlebih
dahulu
-
Terjadi
kelemahan ascenden dan simetris. Kelemahan dimulai dari anggota gerak bawah
kemudian diikuti oleh anggota gerak atas.
-
Dari
pemeriksaan fisik ditemukan terjadinya gangguan motorik.
-
Terdapat
gangguan sensorik ringan dimana tangan pasien terasa kebas (parestesia)
sehingga untuk ransangan raba sedikit terganggu sementara ransang nyeri, suhu
dan proprioseptif tidak terganggu.
-
Pada
pemeriksaan refleks ditemukan refleks fisiologis menurun dan tidak ditemukan
refleks patologis. Ini menunjukkan bahwa saraf yang terkena adalah Lower Motor Neuron.
Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa Lumbal Punksi (LP) untuk menilai cairan serebrospinal. Pada
sindroma Guillain Barre akan ditemukan peningkatan jumlah protein. Selain itu
juga perlu dilakukan pemeriksaan KHS untuk melihat hantaran konduksi saraf.
Sindrom Guillain Barre perlu dibedakan dengan
Miastenia Gravis, yang sama-sama merupakan penyakit autoimun. Miastenia gravis
juga terjadi kelemahan anggota gerak yang bersifat flaksid. Namun pada
miastenia gravis kelemahan tidak bersifat ascensing. Selain itu pada miastenia
gravis, kelemahan biasanya menghilang jika beristirahat, sedangkan Guillain
Barre kelemahan tidak berkurang walaupun beristirahat.
Terapi yang diberikan
pada pasien ini terdiri atas terapi umum dan terapi khusus. Terapi umum yang
diberikan adalah adalah IVFD RL 12 jam/kolf untuk memenuhi
kebutuhan cairannya, sedangkan terapi khusus Inj Methicobal 2 x 1 amp diberikan
sebagai neurotropik, karena telah terjadi proses demielinisasi dari akson, maka
diharapkan dengan pemberian neurotropik dapat memperbaiki kerusakan saraf. IVIG
0,4g/kgbb/hr (iv) diberikan agar dapat berikan dengan antibodi yang menyerang
akson sehingga proses kerusakan dapat dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Japardi,
Iskandar. 2002. Sindroma Guillain Barre. USU.
2. Perdossi.
2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press: Jakarta. Hal
307-310.
3. Ropper, Allan H, Martin A. Sammuels. 2009. Adams
and Victor’s Principles of Neurology 9th edition. Mc Graw Hill
Medical E-book. p1261-1270.
4. Rohkamm,
Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology 2nd Edition. Medical
E-book. Georg Thieme Verlag: Stuttgard. p 326-327.
5. Wijdicks,
Eelco. 2003. The Clinical Practice of Critical Care Neurology 2nd Edition.
Oxford University Press: New York. p 405-410.
6. Lukito,
Vimaladewi, Irawan Mangunatmadja, Antonius H. Pudjiadji, Tatang M. Puspandjono.
2010. Plasmaferesis Sebagai Terapi Sindrom Guillain-Barre Berat pada Anak. Sari
Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010.
7. Feldman,
Eva L, Woflgang Grisold, James W Russell, Udo A. Zifko. 2005. Atlas of
Neuromuscular desease. E-book. Springer-Verlag: Austria. p 288-291.
8. Daroff,
Robert B., Gerald M. Fenichel, Joseph Jancovic, John C. Mazziotta. 2012.
Bradleys Neurology in Clinical Practice 6th Edition Volume 1. Medical
E-book. Elsevier: Philadelphia. p 299, 1956-1964
9.
Flaherty, Alice W & Natalia Rost. 2007. The
Massachusetts General Hospital Handbook of Neurology 2nd Edition. Lippincott
Williams & Wilkins: Massachusetts. p
37.
10. Gilman,
Sid, William J. Herdman, Hadi Manji, Sean Connolly, Neil Dorward, Neil Kitchen,
et al. 2010. Oxford American Handbook of Neurology. Medical E-book. Oxford
University Press: New York. p 96-98.
Casino | New Orleans - MapyRO
BalasHapusCasino, Near the Museum of American 하남 출장안마 History. 67401 S Canal Street. New Orleans, LA 70130. Map. 태백 출장안마 Casino, near the Museum of 밀양 출장마사지 American 경상북도 출장샵 History. 제주도 출장샵